Catatan Si Bolang

Ilmu pengetahuan itu mahal, tp jika berbagi dengan gratis, sayang sekali bila tidak dimanfaatkan, bukan ?

Saturday, July 27, 2013

Menjenguk Segara Anakan di Pulau Sempu

Saya sengaja memilih menggunakan kata ‘menjenguk’ untuk judul tulisan ini karena Pulau Sempu memang sedang sakit. Ah yang benar dong, masa pulau bisa sakit? Ya, Pulau Sempu sakit karena ulah kita semua yang beramai-ramai menaklukkannya demi memproklamasikan pada dunia bahwa kita sudah pernah dari sana. Pada awalnya, Pulau Sempu itu mempunyai status Cagar Alam yang berarti tidak diizinkan memasukinya kecuali untuk keperluan penelitian. Entah sejak kapan dan entah siapa yang memulai, status itu kini sepertinya sudah berubah. Wisatawan dari berbagai daerah bahkan mancanegara dengan mudahnya mendapatkan izin masuk ke pulau ini. Celakanya lagi, Pemda Malang dan BKSDA Jatim selaku pengelola Pulau Sempu seolah membiarkan keramaian yang setiap akhir pekan atau hari libur seolah berlomba-lomba menyeberang demi mencapai Segara Anakan.

Pantai Sendang Biru

Pulau Sempu terletak di selatan Kota Malang dengan jarak tempuh sekitar 1 s.d. 2 jam menggunakan sepeda motor. Pantai Sendang Biru merupakan tempat transit sebelum pengunjung menyeberang ke pulau yang letaknya hanya seratusan meter. Penduduk setempat menyediakan perahu-perahu motor sewaan yang dapat digunakan sebagai transportasi ke pintu masuk Pulau Sempu. Harga sewa perahu ini bervariasi dari Rp 100K hingga Rp 200K, tergantung kelihaian kita menawar.
Para pengunjung diwajibkan melapor dan mendaftarkan diri beserta timnya di pos jaga BKSDA Sendang Biru sebelum menyeberang ke Pulau Sempu. BKSDA menarik uang restribusi dari setiap pengunjung yang hendak ke Pulau Sempu. Anehnya uang yang harus dibayarkan tidak selalu sama, tergantung siapa yang melakukan pendaftaran. Setidaknya begitulah yang diceritakan oleh pemilik kapal yang kami sewa. Kelompok kami yang terdiri dari 8 orang hanya membayar Rp 30K atas rekomendasi dari sang pengemudi.
Segara Anakan Pulau Sempu 006
Sunrise di Sendang Biru
Segara Anakan Pulau Sempu 005
Perahu-perahu nelayan sedang bersandar
Di pantai ini juga terdapat pelabuhan kecil yang digunakan para nelayan yang melaut mencari ikan. Mereka berangkat di malam hari dan pulang keesokan paginya. Ikan-ikan yang mereka dapatkan dijual di TPI yang terdapat di dekat pelabuhan. Penggemar makanan laut pasti tidak akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan ikan-ikan segar di tempat ini. Hasil tangkapan para nelayan cukup beragam, namun sepertinya Ikan Tongkol dan Tuna mendominasi isi perahu yang pulang melaut.
Saya bersama teman-teman tiba di Pantai Sendang Biru malam hari sehingga berkesempatan menyaksikan nelayan berangkat melaut dan kembali subuh esok harinya. Kami juga sempat membeli dua ekor Ikan Tuna sebelum mendapatkan bonus tiga ekor Ikan Tongkol dari perahu nelayan yang baru saja datang dan berpapasan dengan perahu yang kami gunakan untuk menyeberang.

Pulau Sempu

Penyeberangan hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Perahu kemudian berlabuh di salah satu sisi pulau. Kalau air laut sedang surut, kemungkinan besar kita harus berbasah-basahan karena perahu kandas sebelum mencapai pantai. Saat pertama kali melompat ke pulau ini saja, saya sudah dibuat terkagum-kagum dengan keindahan alamnya. Sayangnya sampah-sampah ditinggalkan di sebuah lubang yang sepertinya memang dibuat sebagai TPS.
Setelah berputar-putar sebentar sambil menunggu teman-teman yang lain menurunkan barang dari perahu, saya berhasil mengabadikan beberapa foto di lokasi ini.
Segara Anakan Pulau Sempu 001
Framing menggunakan akar bakau
Segara Anakan Pulau Sempu 002
Hutan bakau di Pulau Sempu
Segara Anakan Pulau Sempu 003
Perahu lain berlabuh
Kelompok kami kemudian disusul dua rombongan yang cukup besar yang berlabuh beberapa saat kemudian. Rombongan pertama adalah para pemancing yang berasal dari Malang, mereka tidak berencana menginap di Segara Anakan. Sedangkan rombongan berikutnya yang memiliki peserta lebih banyak tampaknya akan menginap karena membawa peralatan yang cukup lengkap.

Segara Anakan

Perjalanan dari lokasi pendaratan perahu menuju Segara Anakan membutuhkan waktu hampir dua jam. Medan yang harus dilalui juga cukup berat. Jika sedang musim hujan, jalanan pasti akan sangat licin dan kaki bisa terperosok hingga puluhan centimeter ke dalam tanah. Sepanjang perjalanan kita akan diuji dengan medan yang naik, turun, naik, turun, dan naik lagi. Di beberapa lokasi kami terpaksa menunduk bahkan merangkak karena jalan yang terhalang pohon besar yang tumbang. Saya yang membawa tas carrier 80 L berisi tenda, logistik, dan perlengkapan lainnya harus memanjat karena tidak mungkin lewat dari bawah pohon tumbang tersebut.
Dengan keringat bercucuran di kening, hampir tengah hari akhirnya kami tiba juga di Segara Anakan. Air laut yang bening berwarna biru kehijau-hijauan berhasil menggoda saya untuk langsung berendam begitu meletakkan tas di pasir. Sebenarnya saya bukanlah orang yang terlalu suka mandi ketika sedang berada di alam terbuka, namun rasa lelah dan keringat yang membasahi tubuh disertai kerongkongan yang kering menjadi kombinasi yang sangat pas untuk mendorong saya menceburkan diri dalam segarnya air laut.
Segara Anakan Pulau Sempu 008
Suasana masih cukup sepi saat kami tiba
Segara Anakan Pulau Sempu 009
Berendam dan berjemur jadi kegiatan paling menarik
Segara Anakan Pulau Sempu 007
Pemandangan ke laut lepas
Segara Anakan Pulau Sempu 004
Tebing-tebing curang melindungi Segara Anakan
Segara Anakan Pulau Sempu 010
Segara Anakan menjadi sangat ramai
Kalau diperhatikan lebih seksama, sebenarnya Segara Anakan ini adalah air laut yang terperangkap di daratan. Air masuk melewati celah-celah di tebing curam yang melindungi segara dari lautan lepas sehingga akhirnya membentuk danau kecil. Pasirnya berwarna putih cenderung pink dan sangat halus. Warna-warna pink ini kemungkinan besar berasal dari hewan-hewan laut atau karang yang dipecah oleh ombak.
Pantai yang datar inilah yang kemudian menjadi lokasi tenda-tenda para pengunjung berdiri. Ketika baru saja sampai, suasana masih cukup sepi. Ada setidaknya dua kelompok lain yang baru saja mendirikan tenda, sedangkan beberapa lainnya sedang bersiap-siap pulang. Di beberapa titik, saya melihat sampah-sampah plastik berserakan. Kebanyakan bekas botol air minum dan bungkus mi instan. Benda-benda ini menjadi daya tarik kera-kera untuk turun dari pohon dan memunguti sisa makanan dan sampah yang ditinggalkan pengunjung. Menurut saya, kondisi ini yang cukup memprihatinkan.
Sebelum menyeberang, saya sempat bertanya ke beberapa warga yang ada di Sendang Biru tentang keadaan Segara Anakan yang kabarnya semakin kotor. Salah satunya sempat bercerita saat ini sudah bersih karena baru saja dibersihkan oleh BKSDA selaku pengelola dibantu warga yang sering menyewakan perahunya untuk penyeberangan. Beliau juga sempat mengingatkan untuk membawa kembali sampah bekas logistik yang kami punya.
Saat sore menjelang di akhir pekan itu (18/05/2013), tenda yang berdiri di Segara Anakan semakin ramai. Hampir tidak ada lagi tempat tersisa untuk mendirikan tenda. Beberapa kelompok terpaksa mendirikan tenda di tebing-tebing di atas pantai. Malamnya suasana semakin ramai ketika serombongan turis mancanegara datang dengan berbagai perlengkapan yang sangat lengkap. Seperti biasa, mereka langsung menjadi pusat perhatian di antara pengunjung lainnya. Apalagi cewe-cewe di rombongan tersebut langsung berganti pakaian dengan bikini two piece yang sangat seksi.

Perjalanan Pulang

Minggu pagi setelah menikmati pemandangan matahari terbit, kami langsung berkemas untuk pulang. Tak lupa kami membereskan semua sampah bekas logistik yang kami punya untuk dibawa pulang ke Sendang Biru. Perjalanan pulang menjadi lebih berat karena hujan yang cukup deras turun di malam hari sebelumnya. Jalanan menjadi sangat licin dan berlumpur. Saya sempat tergelincir saat salah memijakkan kaki di akar pohon yang berlumpur. Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam, kami tiba di titik penjemputan sekitar pukul 9.00 WIB. Perjalanan dilanjutkan dengan perahu yang datang beberapa menit di belakang kami. Sesampainya di Pantai Sendang Biru, hal pertama yang saya lakukan adalah membersihkan diri dengan mandi air tawar kemudian dilanjutkan sarapan untuk mengisi perut sebelum mengarungi perjalanan selama hampir 6 jam ke Pulau Madura yang panas :)
NB:
Saya tidak menyarankan pembaca tulisan ini untuk mengunjungi Pulau Sempu. Saya juga sangat berharap pemerintah segera mempertegas status pulau itu sebagai cagar alam. Kalau memang mau diturunkan statusnya sebagai taman nasional, tetap harus ada aturan yang jelas dan pengawasan terhadap pengunjung. Apabila dipertahankan sebagai cagar alam, hentikan semua izin kunjungan yang tidak berkaitan dengan riset ke pulau itu. Hal ini tentunya demi kelestarian alam di Pulau Sempu.

No comments:

Post a Comment