Majapahit di masa jayanya
mempunyai seorang mahapatih yang bersumpah akan mempersatukan Nusantara
di bawah panji-panji kerajaan terbesar yang pernah ada di Indonesia itu.
Ia adalah Mahapatih Gadjah Mada, seorang gagah perkasa yang berhasil
menaklukkan Nusantara dan menyatukannya dalam kekuasaan Majapahit. Konon
di akhir hidupnya, sang mahapatih menghabiskan waktunya dengan bertapa
hingga muksa di suatu gua di air terjun di kaki Gunung Tengger.
Objek wisata Air Terjun Madakaripura
berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Jaraknya
hanya sekitar 45 menit dari Desa Cemoro Lawang di Gunung Bromo. Ia
terletak di Desa Sapih, Kecamatan Lombang, Kabupaten Probolingo di salah
satu jalur utama menuju kawasan TNBTS. Kendaraan pribadi jadi pilihan
paling tepat untuk mencapai lokasi air terjun karena letaknya yang jauh
dari jalan utama.
Perjalanan dari jalan raya menuju air
terjun cukup melelahkan karena kondisi jalan yang cukup buruk. Kita akan
sampai di pos pemeriksaan setelah mengarungi jalanan berbatu dengan
jurang di sisi kanan dan tebing tinggi di sisi kiri selama hampir 15
hingga 20 menit. Di pos ini terdapat fasilitas yang cukup lengkap mulai
dari parkir mobil dan motor, kamar mandi dan toilet, hingga
warung-warung penjual makanan. Sangat disayangkan kondisinya terlihat
kurang terurus dan cukup memprihatinkan.
Dari lokasi parkir, pengunjung masih
harus melanjutkan perjalanan dengan kaki melewati sungai untuk mencapai
air terjun. Sebenarnya pengelola sudah menyediakan jalan yang cukup
bagus, namun di beberapa tempat jalanan sudah rusak karena tertimbun
longsor ataupun mengalami longsor. Keadaan ini memaksa para pengunjung
untuk menggunakan jalur alternatif yang melewati sungai dengan bebatuan
yang cukup licin.
Di tengah perjalanan kita dapat
menyaksikan pipa-pipa yang menyalurkan air ke lokasi parkir dan mungkin
juga rumah-rumah penduduk di sekitar lokasi Madakaripura. saya juga
sempat terkecoh demi melihat air terjun mini dalam perjalanan menuju
lokasi. Ternyata penderitaan belum berakhir, kaki masih harus melangkah
cukup jauh untuk sampai di lokasi air terjun utama.
Tepat di pintu masuk Air Terjun
Madakaripura, kita akan kembali menjumpai beberapa warung. Di sini
selain bisa membeli makanan kecil untuk mengganjal perut yang kelaparan,
kita juga bisa menyewa payung. Saya tidak tahu berapa harga sewanya
karena saat itu tidak ada niat sama sekali untuk menggunakan payung.
Jika tidak berniat basah-basahan, sebaiknya pertimbangkan untuk menyewa
payung ini untuk melindungi diri dari air yang mengucur dari tebing
seperti rintik-rintik hujan.
Ketika pertama kali ke sini, kita akan
dibuat terkagum-kagum demi melihat air terjun yang mengalir di antara
dua dinding tebing bebatuan. Tebing-tebing ini seolah berusaha mencegah
sinar matahari menembus ke bawah. Suasana menjadi temaram, ada kesan
magis yang terasa ketika kita berada di antara dua tebing menjulang dan
air selembut kapas yang berjatuhan. Suasana yang sangat tenang dihiasi
suara air juga menambah suasana syahdu. Mereka yang sedang galau pasti
akan sangat menyukai tempat ini.
Beberapa cerita di blog-blog backpacker
menceritakan kejutan-kejutan yang mungkin kita jumpai di tempat ini.
Misalnya saja anak-anak yang akan mencuci kendaraan yang sedang diparkir
meskipun kita tidak memintanya. Beberapa mengatakan mereka akan meminta
tarif seikhlasnya. Lalu ada lagi cerita tentang guide yang
awalnya menawarkan jasa suka rela, namun akan meminta bayaran yang
berkisar dari Rp. 20K hingga Rp. 100K. Jadi kalau berniat menggunakan
jasa para guide ini, sebaiknya buat kesepakatan di awal
mengenai bayarannya. Saya cukup beruntung tidak mendapatkan dua kejutan
ini saat berkunjung ke Air Terjun Madakaripura.
No comments:
Post a Comment