Catatan Si Bolang

Ilmu pengetahuan itu mahal, tp jika berbagi dengan gratis, sayang sekali bila tidak dimanfaatkan, bukan ?

Friday, December 31, 2010

Segara Anak (The Adeventure of Sempu island)

tak pernah terpikirkan sebelumnya jika aku akan sampai pada titik ini bersama puluhan orang lainnya, di jalan menanjak yang gelap dingin dan berlumpur di tengah hutan hujan tropis. Aku dan yang lainnya tidak pernah tahu pasti bahwa saat ini, apakah kami sedang dalam jalur yang benar atau kami tersesat dalam di pedalaman dan tak akan pernah kembali lagi ke peradaban. Setidaknya kami menyadari satu hal. Pukul 00:00 ketika orang-orang menyalakan kembang api dan meniup trompet tahun baru. Kami disini merayakannya di tengah hutan dengan perasaan tak bergembira dan putus asa. Persetan dengan pesta kembang api dan semuanya. Yang ada dalam fikiran setiap orang adalah caranya keluar dari ketakpastian ini.
16:00 31 Desember.
Kami menginjakkan kaki di tanah berpasir pulau sempu (Teluk Semut). Di depan kami adalah hutan eksotis yang liar dan menantang. Beberapa orang yang baru keluar dari dalamnya seperti baru saja bermain gulat lumpur, seluruh tubuh dan tas mereka berlepotan lumpur tak karuan. Kami para lelaki ini menggoda mereka yang kebetulan dua orang wanita berwajah manis. Seperti tidak berfikir jika nantinya nasib kami akan sama persis atau lebih parah dari mereka.
Tim yang berangkat ke Sempu ini adalah sekelompok orang yaitu; wawan, putra, irawan, hanif, Faiz, Ibad, Ma’ruf, gotek dan aku, orang-orang yang kenal karena sempat hidup di satu kost. Serta teman-temannya Denoq pacarnya wawan ; fio, alba, sarita, fadim (rusia), det (laos), maksum (guide), Regi dan frilia.
Perjalanan pun dimulai, 10 meter di depan kami adalah tanah becek berlumpur setinggi mata kaki kami. Tujuan kami hari ini adalah harta karun alami laguna „Segara anak“ yang terletak di pedalaman pulau sempu yang indah dan eksotis, kata Maksum yang sudah 4 kali kemari. Perjalanan menuju kesana normalnya adalah 2 jam, dan dalam otak kami tertanam bahwa akan merayakan malam pergantian tahun dengan kemah dipinggir pantai dengan api unggun yang menyala ditemani ikan bakar yang enak.
17:00 31 desember
Hari semakin sore, tanah yang kami pijak tak kunjung berubah menjadi tanah keras yang bisa kami pijak dengan baik. Kecepatan jalan kami waktu itu jika di hitung oleh spidometer, mungkin selambat motor berkecepatan 1 kilometer per jam. Kami seperti siput, sedang rintik hujan mulai membasahi hutan. Tas ransel yang berat berisi galon air mineral kami bawa bergantian. Aku dan makruf sempat tersesat karena mencari jalan yang lebih kering, namun yang kami dapati adalah jalan sepi gelap yang tak lazim dilewati orang. Aku dan makruf pun mencari jalan untuk kembali ke kelompok, karena takut akan jauh tersesat jika terus melakukan perjalan kami berdua yang liar. Kami pun menemukan kelompok kami. Kelompok yang ternyata sudah ditinggalkan oleh cepatnya langkah 2 ekor bule rusia dan laos, serta alba dan frilia yang mengikuti rombongan lain yang lebih cepat perjalanannya didepan kami.
Malam pun merambat naik menggantikan terangnya hari. Jam berapa? kami tak tahu. Jalanan tak akan pernah berubah menjadi tanah keras, yang kami pijak adalah lumpur licin setinggi dengkul kami dan tentu alas kaki kami yang tak didesain untuk menghadapi lumpur ini adalah penghalang utamanya. Kami semua pun berjalan tanpa alas kaki karena sadar akan menghalangi perjalanan atau alas kaki kami memang sudah "ngambek" dan lebih memilih tinggal di dalam lumpur yang dalam itu. Tanpa alas kaki, kami baru menyadari dan tahu di dalam lumpur yang kami pijak itu ada batu karang tajam dan duri-duri pohon yang menyakitkan.
„tinggal sebentar lagi.“ Kata maksum yang memipin kami di depan.
„di depan nanti kita akan menemukan batang pohon yang tumbang. Setelahnya ada jembatan, kemudian kita akan menemukan pantainya“.
„berapa lama?“ tanyaku,
„kira-kira 15 menit lagi“.
Kawan setelah ini aku baru tahu di dalam hutan waktu lebih lama dari waktu normal. 15 menit di perjalanan ini sama dengan 2 setengah jam waktu normal. Pohon tumbang kami temukan jauh sekali di dalam hutan yang gelap dan becek ini setelah lama berjalan. Aku tak pernah yakin kalau pohon tumbang pertama yang kami temukan adalah pohon yang dimaksud si maksum. Di sisi kanan kami sangat gelap dan sepertinya itu adalah jurang yang dalam, yang jika terpeleset dan jatuh maka matilah kami, mungkin kami akan menjadi makanan macan ataupun dedemit penunggu hutan jika jatuh dan tersesat disana.
Pohon tumbang pertama kami temukan, lalu kami menemukan lagi pohon tumbang yang lebih tua dan lebih rapuh dari pohon sebelumnya dalam tempo waktu "15 menit". Setelah itu jalananan semakin terjal. Kami bertemu kelompok besar lainnya di depan, sepertinya kami menyusul mereka yang lebih dahulu melakukan perjalanan. Hari semakin gelap dan kami berjalan tanpa kepastian, kaki kiriku sakit karena sobek, sering kali yang aku dapati didalam lumpur adalah akar tajam, dan bebatuan karang.
Disebuah tempat, puncak dari kelelahan dan ketakpastian menemukan „segara anak“ ini pun terungkap. Setelah berjalan dengan tempo yang semakin lambat, kami menemukan tempat di tengah hutan yang menanjak. Kami tahu ini tak akan mudah, kami merasa seperti dibohongi maksum. Kami duduk beristirahat di atas beceknya lumpur bersama kelompok didepan kami yang lebih parah perlengkapannya karena tidak membawa penerangan/senter yang cukup. „bagaimana, istirahatnya cukup nih kayaknya. Mau lanjut atau tidak!“ seru maksum didepanku.
„sebentar, wawan masih di belakang, kayaknya mereka terhambat kelompok lain di belakang!“ seru kami.
Yah peserta semakin ramai, ada kelompok lain yang ikut dibelakang kami yang hanya membawa terpal dan logistik namun tak membawa senter.
„kita kumpul dulu disini!“.
Duduk di tempat ini membuat kami malas untuk melanjutkan perjalanan sedang kelelahan yang memuncak membuat kami berfikir untuk tinggal dan menunggu hari terang saja di tempat ini.
3 kelompok besar berkumpul di tempat ini, Maksum pun menjalankan aksinya „Ayo kita berangkat!“
„berangkat kemana?“ tanya Faiz.
„sebentar lagi ada jembatan, lalu jalannya akan lebih mudah, sepuluh menit lagi setelah jembatan itu kita akan sampai.“
„ gak mungkin! kita dari tadi gak nemu-nemu jembatan yang kamu maksud!“
„ya, katanya habis pohon tumbang 15 menit lagi jembatan dan kita hampir 2 jam jalan gak nemu-nemu jembatan yang kamu maksud!“
„Sebenarnya kita tersesat atau gak“ tanya seseorang didepan.
„dari semua orang ini jujur siapa sih yang pernah kesini sebenarnya?“ Tanya denoq.
Tak seorang pun kelompok didepan ataupun kelompok dibelakang kami yang sanggup untuk mengatakan „aku“, jadi hanya satu orang di antara tiga kelompok ini yang pernah kemari yaitu „Maksum“.
„sum, kamu serius kita gak tersesat!“ tanyaku.
„Aku yakin kita gak tersesat!“.
„Terus mana jembatan yang katanya tinggal 15 menit lagi itu?“.
„aku gak tahu, jalannya gelap didepan, sejujurnya aku gak yakin.“.
„bagaimana bisa kamu bilang kita gak tersesat sedang jembatannya tidak kita temukan“ sahutku lagi.
„Ok dalam keadaan seperti ini, kita putuskan tinggal disini saja“ lanjut Faiz.
“Tapi aku kawatir sama si bule dan dua orang yang ikut si bule. Mereka gak bisa dihubungi. Aku takutnya mereka tersesat berempat.“ Sergah wawan.
„ya kita ga‘ mungkin ninggalin mereka, mereka tim kita.“ujar denoq.
“tapi kita gak mungkin nyari mereka, kita sendiri gak pasti di jalur yang benar, aku gak mau jalan nyari orang yang tersesat kalau kita sendiri gak tau tersesat atau gak.aku gak mau merepotkan orang lain karena tersesat dalam perjalanan mencari orang yang kita kira tersesat“ sahutku.
„Ok aku kira teman-teman disini semua capek, jadi sekarang tim Wawan yang masih sanggup dan kuat jalan ikut aku untuk nyari jembatan, separuhnya lagi bikin tenda darurat di sini untuk istirahat dan nampung kelompok lain yang sakit.“ Kata Maksum.
Semua orang setuju. Orang-orang pun menyusun rencana. Wawan, Makruf, putra irawan membuat tenda dan memasak untuk 3 kelompok besar, sedang maksum, ibad, faiz, regi, dan gotek melanjutkan perjalanan mencari jalan menuju jembatan. Kalau mereka mampu menuju jembatan dalam jangka waktu 10 menit mereka akan kembali untuk mengabarkan ke kelompok ini.
31 desember 2010.
kami berbagi makanan yang kami bawa dengan kelompok yang kami temui, mereka mahasiswa dari politeknik malang yang lucu yang bisa menghidupkan lelucon-lelucon ditengah ketersesatan dan kelompok dari sidoarjo yang sangat “kartoloan”. Namun bodohnya mereka tak membawa perlengkapan hidup yang memadai untuk survive di tengah hutan, sehingga kami membagi logistik kami dengan mereka. Dan mereka membagi semangat hidup mereka kepada kami. Sungguh sebuah petualangan yang tak terduga di malam tahun baru dan hari ulang tahunku.
1 januari 2011.
Hari sudah terang. Istirahat semalaman membuat tenagaku bangkit lagi. Sebenarnya aku ingin berfantasi bahwa saat ini aku sedang bermimpi dan aku berharap tubuhku yang tertidur di kos-kosan dibangunkan seorang teman sehingga petualangan ini berakhir di tempat tidur. Kenyataanya aku masih dihutan belantara. Aku harus menghadapi realita ini. Mahasiswa Poltek sudah meningglakan kami untuk turun kembali mencari jalan pulang. Dan tim kami tinggal separuh, separuhnya kami tidak tahu sedang berada di bagian mana di tengah hutan belantara ini. Sedang anak-anak Sidoarjo masih bercanda, ada yang mengeluarkan terompet yang berbunyi sangat nyaring untuk menggoda temannya yang melucu. sebenarnya sebagaian dari kami ingin untuk mengikuti tim Poltek untuk pulang saja. Tapi separuh barang bawaan tim kami ada pada kami, yang tersisa adalah Wawan, Makruf, Hanif, Putra, Irawan, denoq, fio, sarita, dan aku. Mereka gak mungkin sanggup untuk membawa kami dan barang-barang seluruh tim untuk turun kembali.
Akhirnya seorang anak dari tim sidoarjo yang entah dari mana datangnya tergopoh – gopoh berkata
„rek pantainya sudah dekat, jembatannya sudah dekat.“,
keputusasaan membuat tim mereka tak mempercayai penglihatan orang tersebut.
„masak aku bohong rek, wong kita ini sama-sama susah. Gak mungkin nambahi kesusahan dalam kondisi sekarang ini.”
“ya udah kalo gak percaya, saya bawa terompet sampean, nanti kalo beneran jembatanya udah dekat saya bunyiin terompetnya 3 kali” kata wawan.
Akhirnya wawan dan orang dari tim sidoarjo tadi berangkat dengan misi membunyikan terompet saat menemukan jembatan. 10 menit kemudian terompetnya kami dengar, lalu aku dan hanif, berencana menyusul wawan dan teman-teman untuk menyuruh mereka kembali pulang. Di tengah perjalananku bersama Hanif, kami bertemu wawan, anak Sidoarjo, dan Maksum, serta Regi, yang memutuskan untuk menyusul anak-anak yang tertinggal tadi malam di Jembatan. Para wanita sudah tak mau berjalan menuju pantai, mereka memaksa pulang, namun kami tak mungkin sanggup membawa barang-barang ini semua tanpa tim yang lengkap. Akhirnya kami semua putuskan untuk meninggalkan barang- barang di tempat tersembunyi dan menyusul anak-anak di pantai.
akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami menuju “Segara anak” sang Laguna misterius nan eksotis. Tak sampai setengah jam kami pun mencapai surga itu. semua drama petualangan kami terasa terbayarkan tuntas setelah menikmati indahnya harta karun yang kami impikan ini. pantai yang unik seperti pantai Pataya di Thailand dan airnya tak lebih dalam dari dada manusia dewasa, so kalian yang gak bisa berenang bisa berenang disana tanpa takut tenggelam. Sekian cerita pengalamanku di pulau sempu wasalam.
Saran ; BAGI PECINTA PETUALANGAN, JIKA INGIN MERASAKAN PERJALANAN INI SILAHKAN DI COBA, BAGI YANG BENAR–BENAR INGIN MERASAKAN PETUALANGAN SEPERTI DI ATAS BERANGKATLAH SORE HARI DAN PILIH WAKTU SAAT MUSIM HUJAN, ASALKAN PERLENGKAPAN DAN LOGISTIK KALIAN CUKUP UNTUK 2 HARI INSYAALLAH SELAMAT. PASTIKAN ADA ORANG YANG PERNAH KE SANA SEBELUMNYA BERSAMA TIM KALIAN.local guide is recomended
DAN JIKA GAK MAU SUSAH-SUSAH. PILIH HARI KERING ATAU MUSIM KEMARAU, DAN INGAT KOMPAK DALAM TIM SUSAH MAUPUN SENANG. CEWEK MAUPUN COWOK.

No comments:

Post a Comment