Catatan Si Bolang

Ilmu pengetahuan itu mahal, tp jika berbagi dengan gratis, sayang sekali bila tidak dimanfaatkan, bukan ?

Thursday, March 27, 2014

Medina Kamil : Jangan Remehkan Kekuatan Alam

Medina Kamil atau yang akrab di sapa Nana mengisahkan, bahwa menjadi presenter JP ( Jejak Petualang ) merupakan impian yang menjadi kenyataan. Sudah sejak lama Nana menjadi pemirsa acara yang di tayangkan di televisi swasta Indoensia, Trans7 tersebut.


www.belantaraindonesia.org

"Selain itu, saya juga ngefans banget sama Riyanni Djangkaru ( pembawa acara JP sebelumnya . Apalagi, saya sebenarnya suka jalan," kata anak bungsu ini.

Ketika JP mencari pembawa acara baru untuk menggantikan Riyanni, Nana langsung melamar. Meski tidak memiliki latar belakang menjadi anggota pecinta alam, tak mengurungkan niatnya untuk mencoba. "Kayanya seru banget jalan - jalan ngeliat kebudayaan lain."

Awalnya, keluarga tidak tahu Nana melamar jadi presenter JP. "Begitu saya dipanggil untuk audisi lapangan, baru saya kasih tahu keluarga. Semula orang tua menentang. Karena saya ngerayunya pintar, akhirnya saya dikasih surat izin. Enggak tahunya, diakhir audisi lapangan, saya menjadi calon presenter JP yang baru. Padahal saya enggak pernah terpikir akan menang," ujarnya.

Papua menjadi pulau pertama bagi Nana untuk dijejaki. "Saya senang banget ke Papua. Biasanya, kan, cuma liat di teve. Akhirnya saya dapat kesempatan ke sana. Banyak pengalaman baru yang saya dapat. Pengalaman yang tidak terlupakan adalah ketika saya harus mencoba semua makanan mereka. Salah satunya adalah ulat sagu, dari yang mentah sampai yang matang sudah saya makan," kenang Nana yang sempat canggung menjadi satu - satunya wanita dalam tim JP.

www.belantaraindonesia.org

"Apalagi dari orang - orang saya dengar, tim JP paling enggak nyantai dibanding yang lain. Awalnya memang susah berinteraksi, tapi lama - lama kami klop. Saya pun jadi mengerti bahwa dengan beban tugas membuat tim JP berbeda dengan tim yang lain," ucap Nana.

Tak terasa semua tugas peliputan Papua hampir selesai. Tinggal beberapa hari lagi, tanpa disadari kru JP yang terdiri dari lima oang itu akan segera kembali di Jakarta. Usai menjalankan tugasnya di Kabupaten Agats, Timika menjadi kota sasaran mereka berikutnya. "Awalnya kami mau naik pesawat. Karena pesawatnya kecil dan jadwal penerbangan sangat tergantung cengan cuaca, kami memilih alternatif lain."

Setelah melalui berbagai pertimbangan transportasi alternatif yang tersedia, tim memilih untuk menggunakan long boat. Mereka diperkirakan akan sampai di Timika dalam waktu 12 jam. "Melihat kondisi cuaca Selasa pagi itu sangat cerah, kami memutuskan untuk berangkat. Enggak ada tanda - tanda akan hujan," tuturnya.

Sekitar pukul 10.00 WITA, perahu yang diisi delapan orang itu mulai meninggalkan Kabupaten Agats. "Dua jam perjalanan, ombak di laut semakin besar dan tinggi. Namun, kami enggak waswas. Enggak ada rasa takut melihat ombak yang lebih tinggi dari perahu kami. Para ABK pun tidak beraksi apa - apa, mereka tetap tenang."

Semakin lama, ombak semakin sering menerpa perahu mereka. "Air mulai masuk perahu, cipratan ombak semakin banyak. Tiba - tiba mesin perahu berhenti dan ombak yang sangat besar terlihat hendak menghantam."

Melihat kemungkinan bahaya datang, semua anggota tim memakai jaket keselamatan mereka. "Setelah memakai jaket, saya langsung mengambil ransel saya. Enggak tahu kenapa, saya merasa harus membawa ransel itu," paparnya.

Tak lama kemudian, ombak besar menerjang perahu. Begitu derasnya, perahu sampai terbalik. Kala itu, posisi Nana tak jauh dari sang produser, Doddy Johanjaya. Dengan sigap Doddy langsung menarik tubuh Nana. "Saya enggak mikir apa - apa lagi, saya hanya bisa istigfar."

Nana, Doddy, dan Wendi ( juru kamera ) berpegang pada dry boks. Beberapa menit kemudian, mereka melihat perahu yang terbalik. "Kami pun mencoba menuju perahu. Meski tenaga kami sudah habis, kami enggak sampai - sampai ke perahu. Enggak lama Mas Budi bergabung dengan kami, berpegangan pada dry boks."

Lelah mencoba mencapai perahu, mereka berempat memutuskan untuk menyimpan tenaga. "Dari kejauhan kami melihat daratan, ombak juga sedang menuju ke sana. Jadi enggak memerlukan tenaga besar untuk berenang ke sana. Tapi, ketika sudah terlihat pohon - pohon, arus ombak berubah. Kami kembali tersapu ke tengah lautan, sampai tenaga kami habis. Ombak itu seperti datang dari berbagai arah, kami hanya bisa berputar - putar di tengah."

Nana dan rekan lain sadar, sudah terpisah dari Bagus anggota kru yang lain dan para awak longboat. Dalam keadaan seperti itu, mereka hanya mencoba bertahan tak melepaskan pegangan pada dry boks dan mengikuti arah ombak. Suasana tambah mencekam ketika hari mulai gelap.

Harapan sempat datang. "Di kejauhan, Mas Wendy melihat cahaya sebuah kapal. Kami mencoba berenang mencapai kapal, tapi enggak sampai - sampai. Malah kapal semakin menjauh. Malam itu datang badai hujan dan angin. Sehingga kami enggak tahu lagi sudah berada di mana, karena gelap kami enggak bisa ngeliat apa - apa lagi."

Sepanjang malam, mereka hanya dapat terus berpegangan pada dry boks. "Takut perut keram, kami naik satu-satu ke atas dry boks. Pas Mas Wendy ikut naik, dry boks tenggelam. Akhirnya kami kembali ke posisi semula. Hebatnya, saya dan Mas Doddy sempat tertidur saking capeknya. Pake mimpi lagi. Saya mimpi ketemu pulau, atau ada kapal yang datang menyelematkan kami."

Ketika pagi menjelang, Nana dan kru lain memang melihat sebuah pulau tak berpenghuni. Tak mudah berenang menuju ke sana. Serangan ombak masih juga tak berhenti. "Untungnya, ombak besar itu bergerak menuju pulau. Akhirnya kami bisa mencapai pulau itu. Kami bersyukur banget."

Sampai di pulau, pertama kali yang mereka lakukan adalah beristirahat. "Haus, capek dan seluruh badan sakit. Kami tertidur di pantai selama beberapa jam. Begitu bangun, kami mulai mencari kayu untuk membuat api. Untungnya Mas Wendy mengantongi rokok dan korek. Setelah itu, kami mencari makanan. Di rawa pulau itu kami melihat siput. Ternyata jenis siput itu pernah kami makan di Kampung Wawea, Kepulauan Raja Empat," papar Nana.

Mereka pun segera mengumpulkan siput. Namun, kayu di sekitar pulau basah. Api unggun yang mau dibuat tak kunjung menyala. "Perut saya sudah lapar banget sampe sakit. Akhirnya, saya langsung makan siput itu mentah - mentah. Baunya amis dan rasanya malah membuat eneg," ucapnya.

Lantas apa yang mereka minum? Dari sebuah pohon yang tumbang, mereka bisa mendapatkan air tawar. "Dengan sebuah botol vitamin yang kami temukan di pinggir pantai, air itu kami tampung. Supaya rata, kami minum pakai tutup botol bergantian."

Petualangan luar biasa yang selama ini hanya didengar Nana lewat cerita, kini benar - benar ia rasakan. Hujan turun membuat suasana makin tak nyaman. Mereka pun bertahan di pulau tersebut sambil mengawasi laut. "Di hari kedua, kami sempat melihat perahu. Kami langsung berteriak - teriak minta tolong dan melambaikan tangan. Kami tahu mereka melihat kami, tapi enggak berani mendekat," kata Nana.

Belakangan mereka tahu alasan orang - orang tersebut enggan mendekati pulau. "Pulau tempat kami terdampar ternyata ditakuti karena masuk daerah rawan kejahatan. Untungnya kami berada di pulau terluar," ujar Nana seraya mengatakan di hari kelima keadaan tak kunjung membaik. Apalagi ditambah air pasang mulai memasuki pulau dan semakin tinggi."

Untunglah penderitaan mereka segera berakhir. Sore di hari kelima, tim SAR berhasil menemukan dan menyelamatkan mereka. Nana pun memetik banyak pelajaran dari musibah yang ia alami. "Jangan sekali - kali meremehkan kekuatan alam. Sekuat apa pun, kita tak akan bisa menandingi kekuatan alam," ucap Nana.

Dasar memang berjiwa petualang, Nana mengaku tak kapok dengan tugasnya sebagai pembawa acara JP. "Saya enggak trauma. Sebab, ini sudah menjadi risiko pekerjaan saya. Kejadian kemarin adalah pelajran berharga dan membuat saya menjadi manusia yang lebih baik lagi. Jadi, jalani aja," tambahnya.

Ungkapan Nana menunjukkan betapa tegar jiwa sang petualang.

No comments:

Post a Comment